Mengenai Saya

Foto saya
saya orangnya simpel aja, masih lumayan gaptek jadi bagi yang mau ngajarin saya tentang IT.. trims bgt

Senin, 04 Januari 2010

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

            Dalam kehidupan modern saat ini, makin terasa betapa penting peranan organisasi terhadap kepentingan manusia, tidak seorang pun di antara manusia ini rasanya yang di lahirkan sampai pada saat kematiannya tidak terikat pada organisasi.

            Sebuah sekolah adalah organisasi yang kompleks dan unik, sehingga memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Oleh karena itu kepala sekolah yang berhasil, yaitu tercapainya tujuan sekolah, serta tujuan dari para individu yang ada di dalam lingkungan sekolah.

            Dengan memahami macam-macam teori tersebut, akan sangat bermanfaat bagi para kepala sekolah sebagai contoh pemimpin dalam sebuah lembaga di dalam memperbaiki konfliks yang terjadi di lingkungan sekolah.

            Oleh sebab itu, dikatakan pula bahwa “keberhasilan sekolah, adalah sekolah yang memiliki pemimpin yang berhasil…”

Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan kemauan orang lain untuk mengikuti keinginan pemimpin.

 

 

 

BAB II

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

A.     Pengertian Kepemimpinan

            Konsep kepemimpinan merupakan suatu yang sulit untuk dipahami, tetapi merupakan topik yang menarik minat murid-murid administrasi secara terus-menerus. Terdapat beberapa definisi tentang kepemimpinan, di antaranya adalah:

1.      Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.

2.      Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan kelompok yang di organisasi ke arah pencapaian tujuan.

3.      Kepemimpinan adalah menciptakan suatu struktur atau prosedur baru untuk mencapai atau mengubah tujuan organisasi.[1]

Adapun menurut Drs. Mardjiin Sjam, dalam bukunya “Kepemimpinan dalam organisasi” menjelaskan sebagai berikut :

  Kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan; atau dengan definisi yang lebih lengkap dapat di katakan bahwa kepemimpinan adalah proses pemberian bimbingan (pimpinan) atau tauladan dan pemberian jalan yang mudah (fasilitas) daripada pekerjaan orang-orang yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah di tetapkan. (22 : 4).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, memotivasi, mengajak, menuntun, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan bersama.

B.    Pengertian kepemimpinan pendidikan

Kata ‘pendidikan” menunjukkan arti yang dapat dilihat dari dua segi, yaitu:

1.    Pendidikan sebagai usaha atau proses mendidik dan mengajar seperti yang dikenal sehari-hari.

2.    Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas berbagai masalah tentang hakekat dan kegiatan mendidik dan mengajar dari zaman ke zaman yang membahas prinsip-prinsip dan praktek-praktek mendidik dan mengajar dengan segala cabang-cabangnya yang telah berkembang begitu luas dan mendalam.

Berkaitan dengan pengertian kepemimpinan dan pendidikan yang telah di paparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi, mengatur, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang di jalankan lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran tersebut.

C.     Fungsi kepemimpinan pendidikan

Ada beberapa fungsi kepemimpinan pendidikan, diantaranya :

1.      Fungsi kepemimpinan pendidikan yang terkait dengan tujuan yang ingin dicapai

a.       Memikir, merumuskan dengan teliti tujuan suatu lembaga pendidikan serta menjelaskan kepada anggota lembaga yang terkait agar mereka mendapat menyadari pentingnya kerjasama untuk mencapai tujuan.

b.      Memberi motivasi dan menjelaskan situasi kepada anggota dengan maksud agar ditemukannya rencana-rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberikan harapan baik.

c.       Membantu para anggota dalam mengumpulkan keterangan-keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan-pertimbangan yang sehat.

d.      Memanfaatkan kemampuan dan kesanggupan serta minat khusus anggota.

e.       Memotivasi setiap anggota untuk melahirkan peranan dan pikiran, kemudian memilih intisari atau buah pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh lembaga.

f.        Memberikan kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan masing-masing  demi kepentingan bersama.

2.      Fungsi kepemimpinan pendidikan yang terkait dengan penciptaan suasana yang sehat dan menyenangkan sambil memeliharanya

a.       Memupuk dan memelihara kerjasama dalam lembaga demi tercapainya tujuan bersama.

b.      Menanamkan dan memupuk perasaan saling membutuhkan sesama anggota. Semangat mereka dapat dibentuk melalui penghargaan terhadap usaha-usaha yang telah mereka lakukan, sifat ramah tamah dan gembira dari pemimpin juga akan berpengaruh terhadap anggota, dengan demikian menirunya.

c.       Menciptakan suasana tempat kerja yang menyenangkan baik ruangan, fasilitas, maupun situasi.

d.      Memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh pimpinan untuk memberikan sumbangan dalam lembaga.

Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanakannya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.

Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.[2]

 

D.    Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan pendidikan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepemimpinan pendidikan, diantaranya :

1.    Faktor-faktor legal sebagai pengaruh dalam kepemimpinan pendidikan; misalkan dalam suatu pengangkatan jabatan dalam ruang lingkup pendidikan dilakukan sertifikasi, pola penyeleksian, kualifikasi professional, dan tuntutan lainnya. Faktor-faktor legal tersebut bersumber dari Pancasila, UUD 1945 keputusan Presiden dan keputusan Menteri.

2.    Kondisi sosial ekonomi dan konsep-konsep pendidikan sebagai pengaruh dalam kepemimpinan pendidikan

a.         Kondisi sosial ekonomi yang memungkinkan tersedianya sumber-sumber dan fasilitas pendidikan.

b.         Konsep tujuan pendidikan para pemimpin dan warga pada umumnya akan berpengaruh terhadap pola kepemimpinan.

3.    Hakikat atau ciri lembaga pendidikan sebagai pengaruh kepemimpinan.

4.    Kepribadian pimpinan pendidikan dan latihan-latihan yang berhubungan dengan pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi kepemimpinan.

5.    Perubahan-perubahan yang terjadi dalam teori pendidikan.

6.    Kepemimpinan dan training pemimpin pendidikan.

 

E.     Tipe Kepemimpinan Pendidikan

 

Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin itu melaksanakan dan mengembangkan kegiatan pimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka dapatlah diklasifikasikan kepemimpinan yaitu :

1.      Tipe otoriter, merupakan kebijakasanaan atau dasar yang ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya.

2.      Tipe Laissez faire, adalah pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap anggota staf di dalam tata prosedur dan apa yang akan dikerjakan untuk pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka.

3.      Tipe demokratis merupakan tipe yang mempertemukan prinsip-prinsip dan prosedur kepemimpinan yang sangat kontras daripada kedua tipe kepemimpinan yang diuraikan diatas.

4.      Tipe Pseudo-Demokratis adalah tipe kepemimpinan demokrasi yang semu, hanya sikapnya yang demokratis tetapi dibalik kata-katanya ada siasat yang sebenarnya merupakan tindakan yang absolute (penuh dengan manipulasi, sehingga pendapatnya sendiri harus disetujui.

 

F.     Syarat-syarat kepribadian bagi pemimpin pendidikan

Beberapa syarat kepribadian bagi pemimpin pendidikan,yaitu :

1.      Sehat jasmani dan rohani

2.      Berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai

3.      Bersemangat

4.      Cakap dalam memberikan bimbingan

5.      Tanggap dan bijaksana dalam mengambil keputusan

6.      Jujur

7.      Cerdas

8.      Cakap dalam hal mengajar

9.      Menaruh kepercayaan yang baik dan berusaha untuk mencapainya.

 

Pekerjaan pemimpin pendidikan adalah menstimiulir dan membimbing pertumbuhan guru secara kontinu. Sehingga mengenal dan mampu melaksanakan dengan lebih baik segenap tugas pengajaran sehingga mereka akhirnya mampu menstimulir dam membimbing murid-murid untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat demokratis.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

SIMPULAN

·        Kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan; atau dengan definisi yang lebih lengkap dapat di katakan bahwa kepemimpinan adalah proses pemberian bimbingan (pimpinan) atau tauladan dan pemberian jalan yang mudah (fasilitas) daripada pekerjaan orang-orang yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah di tetapkan.

·        Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi, mengatur, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang di jalankan lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran tersebut.

·        Tipe-tipe kepemimpinan pendidikan: Tipe otoriter, Tipe Laissez faire, Tipe demokratis dan Tipe Pseudo-Demokratis.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Soetopo, Hendiyat, Wasty Soemanto. 1988. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Gunawan, Ary H. 2002. Administrasi Sekolah dan Administrasi Pendidikan Mikro. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dirawat, Busro Lamberi, Soekarto Indrafachrudin. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Sutaryadi. 1990. Administrasi Pendidikan.Surabaya: Usaha Nasional.

Http://kawakib06.multiply.com/journal/item/6/Kepemimpinan Dalam Manajemen Pendidikan/ diakses 17 des 2009.

 



[1] Dirawat, Busro Lamberi, Soekarto Indrafachrudin, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional. 1983). Hal. 23

Kamis, 24 Juli 2008

psikologi

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap proses belajar mengajar bermuara pada suatu hasil, sesuai dengan tujuan intruksional. Namun, hasil itu tidak dapat hanya tinggal hasil saja dan kemudian tidak ada apa-apa lagi. Hasil belajar itu harus digunakan pula di kemudian hari. Hasil belajar yang telah di peroleh, disimpan dalam ingatan untuk kemudian digali. Dalam penggalian itu dapat timbul kesulitan, dalam arti hasil belajar (yang tersimpan dalam ingatan) tidak dapat ditemukan. Dalam hal ini siswa dikatakan “telah lupa”.
Hasil belajar yang telah diperoleh dapat juga digunakan menurut sudut pandang yang lain, yaitu pemindahan hasil belajar ke suatu bidang yang lain dari bidang dimana hasil belajar itu semula diperoleh.

















BAB II
PEMBAHASAN
LUPA DAN TRANSFER BELAJAR
A. LUPA
1. Pengertian Lupa
Dari pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan seakan-akan apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya tersimpan dalam akal kita. Padahal menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan kita pelajari, kalau memang siistem akal kita mengolahnya dengan cara memadai, semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen kita.
Akan tetapi, kenyataan yang kita alami terasa bertolak belakang dengan teori itu. Acapkali terjadi, apa yang telah kita pelajari dengan tekun justru sukar diingat kembali dan mudah terlupakan. Sebaliknya tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita tekuni sepintas lalu mudah melekat dalam ingatan.
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.[1]
Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan di anggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dari ingatan begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukkan dalam ingatan (long-term-memory) tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain kenyataan bahwa seseorang tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek apa-apa.
2. Faktor-faktor penyebab lupa
a. Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam memori siswa. Dalam interference theory(teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu proactive interference dan retroactive interference.[2]
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktif apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang laebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama itu.
Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja atau tidak.
Penekanan ini terjadi karena beberapa kemungkinan :
1). Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
2). Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
3). Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali ) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantran tidak pernah dipergunakan.
c. Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali.
Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menyebut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang
d. Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun siswa telah mengikuti proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru). Maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
e. Lupa bisa terjadi karena metode pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihapalkan siswa.
f. Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan atas item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
3. Kiat dan Usaha Mengurangi Lupa Dalam Belajar
a. Overlearning
Overlearneng (belajar lebih) yang artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu.
b. Extra study time
Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar
c. Mnemonic device
Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut Mnemonic itu berarti kiat husus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam system akal siswa. Muslihat Mnemonic ini banyak ragamnya, tetapi yang paling menonjol adalah seperti rima, singkatan, system kata pasak, metode losai, dan sistem kata kunci.
d. Pengelompokan
Maksud kiat pengelompokan (clastening) ialah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip.
e. Latihan terbagi
Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan dengan alokasi waktu yang pendek dan dipisahkan di antara waktu-waktu istirahat. Upaya-upaya itu dilakukan untuk menghindari cramming, yakni belajar banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat.

B. TRANSFER DALAM BELAJAR
1. Arti Transfer Belajar
Istilah “transfer belajar” bersal dari bahasa Inggris “transfer of learning” dan berarti : pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidikan sekolah.[3]
Menurut L. D Crow and A. Crow : “ The carry-over of thinking, feeling, or working, of knowledge is referred to as the transfer of training”. (pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan belajar ke keadaan belajar yang lain biasanya disebut transfer latihan/ belajar).[4]
Pemindahan autau pengalihan itu menunjuk kepada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang atau situasi diluar lingkup bidang studi dimana hasil itu mula-mula diperoleh. Misalnya, hasil belajar dibidang studi geografi, digunakan dalam mempelajari bidang studi ekonomi. Hasil belajar dicabang olah raga bola tangan, digunakan dalam belajar main basket.
Hasil-hasil yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik dan sikap.
2. Ragam Transfer belajar
Menurut Gagne seorang education psychologist yang msyhur, transfer dalam belajar dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu :
a. Transfer Positif
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Misalnya keterampilan mengendarai sepeda motor, akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan bermotor roda empat.
b. Transfer Negatif
Transfer atau pemindahan berefek buruk yaitu mempersukar dan mempersulit dalam kegiatan belajar selanjutnya. Misalnya keterampilan mengemudikan kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang bergerak disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila ia pindah kesalah satu Negara Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak disebelah kanan jalan.
c. Transfer Vertikal (tegak lurus)
Dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu mebantu siwa tersebut dalam menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya seorang siswa SD yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu duduk dikelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu di duduk dikelas III.
d. Transfer Lateral (ke arah samping)
Dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Misalnya seorang lulusan STM yang telah menguasai teknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut ditempat kerjanya. Disamping itu, ia juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan teknologi kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.
3. Teori-Teori Transfer Belajar
a. Teori disiplin formal / ilmu jiwa daya
Pandangan ini bertitik tolak pada anggapan bahwa kejiwaan manusia itu dipandang sebagai kumpulan dari sejumlah bagian daya-daya yang berdiri sendiri, seperti daya berfikir, daya mengingat, daya berkemauan, daya mersa, dan sebagainya.
Dewasa ini, pandangan teori disiplin formal tidak dapat diterima lagi, karena dasarnya yaitu fsikologi daya sudah runtuh. Para ahli psikologi sudah tidak memandang fsikis manusia sebagai kumpulan dari sejumlah daya mental yang berdiri sendiri, melainkan suatu keseluruhan, dimana pungsi-pungsi psikis tidak berperan lepas yang satu dengan yang lain
b. Teori Elemen Identik
Pandangan inidipelopori oleh Edward Thorndike, yang berpendapat bahwa belajar dari satu bidang studi ke bidang studi yang lain. Atau dari bidang studi di sekolah ke kehidupan sehari-hari, terjadi berdasarkan adanya unsur-unsur yang sama dalam kedua bidang studi itu atau antara bidang studi disekolah dan kehidupan sehari-hari. Makin banyak unsur yang sama, makin besar kemungkinan terjadi transfer belajar
c. Teori Generalisasi
Pandangan ini dikemukakan oleh Charles Judd, yang berpendapat bahwa transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsi-prinsip umum.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya transfer
a. Intelegensi
Individu yang lancer dan pandai biasanya akan mampu menganalisa dan melihat hubungan-hubungan logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, hingga sangat mudah terjadi transfer.
b. Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi kecendrungan atau pendiriannya menolak/ sikap negative, maka transfer tidak akan terjadi, demikian sebaliknya.
c. Materi pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan misalnya matematika dengan statistic, ilmu jiwa sscial dengan sosiologi, lebih mudah terjadi transfer.
d. Sistem penyampaian Guru
Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara pelajaran yang sedang dipelajari dengan meta pelajaran lain atau dengan menunjuk ke kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya lebih membantu terjadinya transfer.







BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari
Faktor-faktor penyebab lupa :
a. Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam memori siswa.
b. Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja atau tidak.
c. Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali.
d. Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu.
e. Lupa bisa terjadi karena metode pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihapalkan siswa.
f. Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak

Istilah “transfer belajar” bersal dari bahasa Inggris “transfer of learning” dan berarti : pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidikan sekolah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya transfer :
a. Intelegensi
b. Sikap
c. Materi pelajaran
d. Sistem penyampaian Guru



DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Rosdakarya, bandung : 2005
Mustaqin. Psikologi Pendidikan. FT. IAIN Wali Songo dan Pustaka Pelajar, Semarang : 2004.
Winkel, W. S. Psikologi Pengajaran Edisi Revisi. Grasindo, yogyakarta : 1995.

[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya), 2005. hal 158
[2] Ibid, hal 159.
[3] W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran Edisi Revisi. (Yogyakarta; Grasindo. 1995). Hal 485.
[4] H. Mustaqin, Psikologi Pendidikan, (Semarang: PT. IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar, 2004).

Rabu, 23 Juli 2008

TOKOH-TOKOH MUSLIM DI BIDANG MATEMATIKA

Nama : Muhammad Zaini
NIM : 0501257053
M K : Islam dan Sains

TOKOH-TOKOH MUSLIM DI BIDANG MATEMATIKA

Muhammad Ibn Musa Al-Khwarizmi
Beliau lahir di Khwarizmi pada tahun 780 M dan wafat pada tahun 847 M.
Karyanya yang paling gemilang yaitu tentang aljabar “Hisab Al-Jabr wal Muqaballa”.
Al-Biruni (Abu Raihan Muhammad Ibn Ahmad)
Lahir di dekat kota Khwarizm atau Khiva pada bulan September 973 M dan wafat pada tahun 1048 M.
Beliau diakui sebagai seorang matematikawan yang murni, karena ketepatannya dalam perhitungan Astronomi dia dijuluki “tukang Sihir”.
Al-Battani
Al-Battani adalah ilmuan Irak. Dia adalah tokoh Islam pada abad kesepuluh(858-929M).
Dalam bidang Matematika, Al-battani adalah orang yang pertama kali memasukkan sinus dan cosinus dalam ilmu matematika. Dia juga menemukan hukum segitiga sama sisi yang sempurna.
Abu Al-Wafa Al-Bawzajani
Abu Al-wafa al-bawzajani termasuk salah seorang ilmuan terbesar abad kesepuluh (940-998M) dalam bidang matematika. Dia memiliki kelebihan yang sangat maju dalam ilmu hitung segitiga.
Karangan-karangannya dalam bidang matematika yaitu membahas operasi hitung geometri, aljabar. Da juga menemukan cara baru (modern) dalam geometri.

5. Umar al- Khayyam
Umar al-Khayyam adalah salah seorang ahli ilmu matematika pada abad pertengahan, tepatnya antara tahun 1038-1123 M.
Dia sangat berjasa dalam mengembangkan dan memperkenalkan aljabar Khawarizmi kepada aljabar modern. Dia mengarang buku aljabar yang juga dianggap sebagai langkah maju, lebih maju dibandingkan Descartes dalam berbagai segi di bidang cara pemecahan geometris.




















created by Zaini